Ranah perpolitikan pasca Pemilu 09 April tak ubahnya aeperti benang yang makin kusut. Masalah perhitungan suara yang terus memunculkan konflik antar partai dengan KPU, Sikap konstituen suatu partai yang kecewa dengan partainya yang tidak berhasil meraih suara yang gemilang, laporan-laporan pelanggaran Pemilu yang dilaporkan Bawaslu ditolak oleh pihak kepolisian dengan alasan bukti yang tidak cukup, serta hal-hal lain yang membuat Pemilu kali ini makin carut marut. Bahkan diklaim sebagai Pemilu terburuk dari yang sudah pernah ada.
Tidak luput pula kabar bursa Pencapresan RI 2009-2014. PKS dan Golkar, dua partai yang lahir dari Generasi yang berbeda ini terlibat konflik siapa yang pantas mendampingi SBY menuju Pemilu Presiden Juli mendatang. Setelah kemarin Sekjen PKS Anis Matta menggelontorkan pernyataan akan mempertimbangkan ulang dukungan PKS bila JK kembali memajukan dirinya sebagai cawapres, Penolakan halus PKS terhadap figur Partai Golkar untuk menjadi cawapres SBY sekarang masih berlanjut. Kali ini PKS mengajukan opsi cawapres dari kalangan Demokrat atau tokoh non partai. Bila tidak dipenuhi, PKS mempertimbangkan untuk cabut dari barisan koalisi. Bagi parpol bernomor 8 ini, opsi itu muncul karena belajar dari koalisi yang dibangun dalam pemerintahan yang kini berjalan. PKS menganggap dengan cara ini sistem presidensial dapat lebih diperkuat. "Selain itu juga untuk menghindari conflict of interest antara presiden dan wakil presiden pada pemerintahan ke depan," kata Ketua DPP PKS Mahfud Shiddiq. Mahfud mengungkapkan kedua opsi itu telah disampaikan PKS kepada SBY beberapa hari yang lalu. Pihaknya pun yakin SBY akan mempertimbangkan usulan ini. Terlebih PKS tidak lagi ngotot memajukan tokohnya menjadi cawapres.
"Sejauh ini kita melihat SBY mempertimbangkannya dengan serius. Ya mudah-mudahan saja SBY menerimanya," harap pria yang juga menjabat Ketua Fraksi PKS ini. Getolnya PKS mewacanakan tawaran ini pun ditanggapi Partai Golkar. Ketua FPG Priyo Budi Santoso mengaku heran dengan sikap PKS. Sebab, pada awalnya PKS adalah parpol yang menyorongkan JK maju sebagai capres. "PKS dulu yang mendorong-dorong JK untuk maju nyapres dan mengkritik SBY. Tapi kok sekarang begitu?" cetus Priyo. Tak pelak, pihak beringin pun menaruh tanda tanya terhadap PKS. Apakah usul ini untuk menghindari adanya politik tawar bagi kursi cawapres atau ada strategi politik lain yang dimajukan PKS. "Tapi kalau usulan tadi itu tulus, saya kira itu cukup mencemerlangkan. Tapi Golkar mempertanyakan balik kepada PKS. Dan saya juga heran, mengapa PKS hanya mengumumkan 5 cawapres di Majelis Syuronya. Ada apa ini? Saya tak tahu apa motifnya," urai Priyo heran. Salah satu mitra koalisi SBY,
Partai Kebangkitan Bangsa menilai usulan yang dilontarkan PKS tidak relevan. Karena, yang terpenting untuk mengisi pos wapres adalah figur yang memiliki popularitas, akseptabilitas, kapabilitas dan intergritas yang tinggi. "Pengalaman yang cukup di pemerintahan sangat tepat dijadikan pasangan yang diusung. Saya kira, tokoh parpol itu masih relevan untuk dipasangkan dengan SBY saat ini," nilai Wakil Sekjen DPP PKB Helmy Faisal Zaini. Menurutnya, meskipun Indonesia menganut sistem presidensial, pemerintah mendatang tetap masih membutuhkan sinergi dengan DPR. "Jadi kalau wapresnya dari parpol itu akan sangat membantu untuk mensinergikan kerja pemerintahan dengan DPR. Tapi PKB tidak dalam posisi menolak atau tidak. Bagi kita parpol atau non-parpol sejauh memenuhi kriteria yang dibutuhkan, tidak masalah asal dikaji lebih dalam," beber Helmy.
Partai Demokrat sendiri mengaku usul PKS tersebut memang sudah dikantongi SBY. Tetapi, keputusannya tetap akan merujuk pada dinamika politik yang ada. Bila banyak yang menghendaki figur non parpol, SBY akan mempertimbangkannya. "Pak SBY itu tidak mudah menyampaikan sesuatu yang diinginkannya. Tapi semua aspirasi yang masuk didengarkannya dan sekarang sedang dipertimbangkan termasuk opsi dari PKS itu," ungkap Wakil Ketua Umum PD Achmad Mubarok. Analis politik Sudar Dwi Atmanto memaparkan sejauh ini stok cawapres non parpol bagi SBY hanyalah Sri Mulyani. Di luar itu, Sudar tidak melihat ada figur lain yang layak bersanding dengan SBY. Tetapi, latar belakang suku Jawa Sri cukup menggangu daya pikat SBY. "Sebenarnya kalau melihat elektabilitas SBY yang tinggi, dia akan menang kalau dipasangkan dengan siapapun. Tapi kalau misalnya pasangan calon yang bertarung lebih dari dua, maka Sri Mulyani malah akan menggerus elektabilitas SBY. Tapi kalau hanya dua pasangan, tidak akan terlalu signifikan berkurangnya," prediksi Sudar. Pria yang menjabat Wakil Direktur LP3ES ini menambahkan dari segi kapabilitas, Sri tidak perlu diragukan. Sosok Menteri Keuangan ini juga cukup dikenal masyarakat internasional. Namun, kematangan politik yang kurang dimiliki Sri akan menjadi ganjalan dalam pemerintahan ke depan. "Lagi pula, kalau wapres dari kalangan non-parpol itu akan menjadi masalah terutama dalam hubungan sinergi antara kabinet dengan DPR. Saat ini SBY cenderung akan lebih mengantisipasi gangguan Senayan itu, karena sistim pemerintahan di Indonesai itukan aneh. Sistimnya presidensial tapi perilaku elitnya parlementer," jelas Sudar.
SBY memang wajib berhitung cermat dalam membangun koalisi ke depan termasuk menentukan partnernya. Meski hanya akan berstatus ban serep, SBY juga tetap memerlukan figur wapres yang memiliki kemampuan mengelola kekuatan dan komunikasi politik yang baik. Salah mengambil sikap, malah nantinya nasib rakyat yang menjadi taruhan. Seperti apa yang dilontarkan Ketua DPP PD Anas Urbaningrum, "Dalam konteks realitas bahwa 38 partai saat ini, artinya tidak ada partai menang dengan sangat meyakinkan sendiri. Karena itu koalisi tak boleh coba-coba atau tidak boleh koalisi yang spekulatif, karena rakyat yang dikorbankan."
0 komentar:
Posting Komentar