TANJUNG REDEB - Dampak krisis Bahan Bakar Minyak (BBM) di Berau sangat dirasakan nelayan. Ketua Jaringan Masyarakat Nelayan Berau Andi Erson mengesalkan kelangkaan BBM di Berau yang telah berlangsung lama. Hingga kini belum juga ditemukan solusinya.
Akibat krisis berkepanjangan, hingga kini hampir seluruh nelayan tidak bisa melaut dikarenakan jatah BBM yang berikan untuk masing-masing nelayan di SPBU Maluang hanya 10 liter per hari untuk jenis Premium dan 20 liter per hari untuk Solar.
Jatah bensin 10 liter per hari untuk nelayan, sangat tidak cukup. Sebab 10 liter tersebut hanya cukup dipakai dari Tanjung Redeb sampai di muara laut. Sedang persediaan BBM untuk kembali sudah tidak ada. Akhirnya nelayan terpaksa membeli bensin eceran untuk persedian pulang.
Sedangkan bensin eceran saat ini Rp 12 ribu per liter, dan solar Rp 7.000 per liter, itu pun kadang kala kosong. Nelayan mengaku tidak sanggup membeli bensin eceran setiap hari. Dari pada membeli bensin eceran, nelayan memilih tidak melaut.
Selama krisis terjadi, dari 5 SPBU yang ada, hanya SPBU Maluang masih melayani kebutuhan BBM nelayan. Sedang SPBU lainnya tidak lagi.
Hal ini sangat berdampak pada berkurangnya aktivitas nelayan. Ia meminta Pemkab Berau benar-benar memperhatikan kelangkaan BBM ini dan segera mencarikan solusinya, agar nelayan dapat kembali melaut.
Meski ada APMS di Talisayan untuk melayani kebutuhan nelayan, namun selama ini juga melayani konsumen lain, bahkan perusahaan kelapa sawit. Sehingga APMS Talisayan dinilai tidak mampu melayani keperluan BBM nelayan. Nelayan mengharap Pemda dapat membangun Stasiun Pengisian Bahan bakar Nelayan (SPBN) seperti di Sulawesi Selatan.
Mesin dan peralatan penangkapan ikan nelayan bantuan Pemkab Berau yang diberikan setiap tahun melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Berau, tidak dapat digunakan jika BBM tidak ada.
0 komentar:
Posting Komentar